Tips Jualan Novel Non-Mainstream ala Ruwi Meita

Aku pernah mengikuti seminar penulisan yang salah satu pembicaranya seorang manager di Toko Buku Gramedia Surabaya. Yang bikin greget(an), ketika pembicara-pembicara lain sibuk menyemangati penulis, pembicara satu ini malah tega “menjatuhkan” mental penulis.

Dia bicara fakta dan statistik tanpa tedeng aling-aling. Bahwa di antara bergunung-gunung buku di tokonya, hanya segelintir yang bikin bibirnya tersenyum. Sisanya, yang bikin bibirnya manyun, “disembunyikan” di gudang, atau dipulangkan ke penerbitnya. Makanya, dia mengultimatum para penulis untuk jangan asal-asalan menulis. Juga untuk matang dalam menyiapkan strategi promosinya.

Frasa “strategi promosi” itulah yang kemudian menghantui benakku sampai sekarang. Apalagi, di talkshow tersebut, seorang pembicara (aku lupa yang mana) memberi tahu bahwa genre yang laku adalah buku anak, reliji, motivasi dan romance. Nggak satu pun disebut genre kebanggaanku: thriller! Hahaha….

Sedih? Putus asa? Berencana banting setir?

Oh, ngapain! Passion-ku ada di thriller. Maka the show must go on! Siapa takut? Aku malah berani menulis genre yang lebih tidak populer lagi: thriller militer! Tahu kan? Judulnya Tiga Sandera Terakhir.

Tapi tetap kok, aku menulisnya dengan gaya yang kuusahakan komunikatif dan sesimpel mungkin. Biar pembaca bisa menikmatinya. Idealis bukan berarti memaksa orang berkerut dahi kan?

Di samping itu, aku selalu berusaha membantu penerbit untuk promosi dan jualan.

Bagaimana caranya?

Nah, karena aku nggak ahli memasarkan sesuatu, aku tanya aja ke penulis yang lebih berpengalaman: Mbak Ruwi Meita. Novelis satu ini produktif sekali, Bro, Sis. Bukunya udah puluhan. Dan dia bukan penulis genre mainstream. Karya-karyanya kebanyakan adalah misteri, horor dan thriller.

Ruwi mengaku berpromosi, salah satunya, dengan cara membentuk komunitas. “Komunitas ini bergerak lebih di dunia nyata daripada dunia maya. Medsos hanya difungsikan sebagai kanal. Selebihnya, kami ngumpul-ngumpul untuk saling dukung, saling bantu promo,” begitu terangnya ketika mengenalkan Horor United, nama komunitasnya. Entah nama sementara atau udah fix.

Penulis Kamera Pengisap Jiwa ini memandang, genre horor emang kayak dianaktirikan oleh penerbit. Padahal, “Pembaca genre ini sangat militan. Invasi novel genre horor dan kroni-kroninya bakalan tak terbendung,” Ruwi optimis.

Eh, selain membentuk komunitas tersegmen seperti itu, bentuk promosi apa lagi yang kira-kira efektif untuk genre-genre non-mainstream, Mbak?

“Sebenarnya, ada yang misterius di sini,” ungkap pengarang Misteri Patung Garam ini. “Ilana Tan nggak main medsos, tapi novel-novelnya laris semua. Di lain pihak, Tere Liye yang aktif banget di medsos juga sukses membawa novel-novelnya jadi best seller. Beda cara, tapi sama-sama sukses.”

Di situlah letak kemisteriusannya, menurut Ruwi. Nggak bisa diprediksi! Ini bukan soal matematika: kamu melakukan ini, maka kamu akan sukses. Kamu nggak begini, pasti novelmu sedikit yang beli. Tidak!

Yang kita perlukan, masih menurut Ruwi, adalah sikap keras kepala dan yakin nggak selamanya orang itu nggak beruntung. Terus aja menelurkan karya-karya dengan kemampuan terbaik kita. Laku atau nggak, best seller atau nggak, jangan berhenti! Tentu aja, “Sambil kita mencoba sebisanya untuk mendorong penjualan. Misalnya dengan mengoptimalkan medsos, blogtour, dan sebagainya,” pungkas Ruwi.

Setelah semua upaya itu dilakukan, pada akhirnya, kita kudu sadar. Mau novel mainstream yang membebek tren kek, mau novel idealis yang digarap selama puluhan tahun kek, setiap karya selalu punya takdir masing-masing. Sama dengan manusia (atau penulisnya) yang memiliki kavling rezeki masing-masing. Sepakat?

2 thoughts on “Tips Jualan Novel Non-Mainstream ala Ruwi Meita

Tinggalkan Balasan ke Brahmanto Anindito Batalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.